oleh : Wuriningtyas Widyawati (SMP)
***
Widya adalah anak yang cukup aktif dan rajin belajar. Rapor Widya selalu diisi oleh nilai-nilai diatas delapan. Suatuhari Widya mengenal cowok lewat dumay. Cowok itu lama-lama mengajak Widya ketemuan. Widya menyetujui ajakan itu. Mereka mengatur waktu dan tempat untuk bertemu.
Pada Sabtu sore sepulang sekolah, Widya dan cowok itu bertemu di tempat yang telah disepakati. Cowok itu lalu membawa Widya jalan-jalan dengan motornya. Hubuan Widya dengan cowok itu berlanjut. Seminggu sekali mereka bertemu. Kata-kata sayang kini mulai meluncur dari bibir mereka. Widya yang memang baru pertama merasakannya, menikmati semua itu. Hari-hari teruz berlalu. Tak sadar Widya telah kehilangan banyak waktunya hanya untuk cowoknya, sms, telfon, ketemuan, jalan-jalan dan smuanya hanya untuk cwoknya. Nasehat orang tua bagai angin lalu, semua kemarahan orang tuanya karna prestasinya yang turun, menjadi materi curahan hati Widya pada cowoknya. Widya merasa senang dan tenang dengan mendengar kata-kata cowoknya yg sebenarnya gak terlalu bermanfaat. Cinta membuat Widya buta. Semua bahagia Widya ma cowoknya terhenti saat dya tahu cowoknya selingkuh. Nilai Widya pun makin turun. Tak sadar masa depan yang indah itu mulai hilang. Widya tak pernah menyadari semuanya. Hingga akhirnya penerimaan rapor semester limapun terlaksana. Widya tag lagi memperoleh peringkat satu seperti saat Widya belum mengenal cowok. Semua sudah terlambat nilai rapor lima semestir yang berbobot 40% untuk menentukan kelulusan Widya tak dapat diubah lagi. Tinggal tiga bulan lagi Widya harus menghadapi ujian. Widya baru sadar kalau dia sudah terhanyut dalam indah cinta yang waktunya tak tepat itu. Kini beban hidup Widya semakin berat. Nilai ujian Widya harus sempurna untuk mengangkat nilai rapor Widya yang rendah. Semua itu tentu bukan hal yang mudah. Widya pun mulai frustasi. "Aku salah, menikmati indahnya cinta itu seharusnya setelah aku selesai belajar, bukan saat aku belajar. Aku salah, orang tuaku beri yang terbaik, tapi ...
kenapa aku kecewakan mereka?" sesal Widya pada dirinya sendiri.
Semua memang tak berjalan cepat, nilai Widya turun secara berlahan. Semua tak Widya rasakan sebelumnya. Kini sesal yang dalam itupun datang. Beban cintapun membuat Widya sulit menerima pelajaran, sulit belajar. Semua yang ada di fikiran Widya tak dapat dibuang semudah membalikan tangan. Cita-cita yang indah semakin jauh. Kini Widya baru merasakannya. Kenapa? Kenapa baru sekarang Widya rasa semuanya? Karna, karna cinta yg tak tepat waktu itu, buat Widya tak sadar, perlahan menghancurkan cita-cita dalam diri Widya. Semua memang terasa indah, saat merasa cinta. Namun cinta membuat dua telingga tak dapat mendengar, dua mata tak dapat melihat.
Widya selalu menyemangati dirinya sendiri walau sebenarnya dia belum dapat berdiri tegak. Kini Widya lebih suka mengurung diri di kamar dan melamun. Itu membuat dia seperti orang gila. Kadang menangis, kadang tertawa, walau benar selang waktunya lumayan lama, tak seperti orang gila sebenarnya.
Widya lelah dengan beban hidupnya, tak lagi menjadi kebanggaan orang tua. Akhirnya Widya mulai membuka dirinya. Dia menceritakan masalahnya pada orang yg dia percaya. Widya sedikit lebih tenang saat mendengar nasehat temannya. Widya juga sudah mulai kembali membuka dumay setelah rasa traumanya reda, ini juga karna nasehat dari temannya. "Di dumay kita bisa dapat hal positif dan negatif, itu semua tergantung ma diri kita sendiri. Jangan terlalu anti sama dumay. Tapi juga jangan terlalu larut. Dumay kadang mang bisa buat kita jadi negatif, asik di dumay lupa belajar. Tapi di dumay kita juga sa belajar banyak kan. Kita juga bisa hilangin stres lewat dumay."
Widya aktiv di dumay, dia bergabung d page-page yang punya pengaruh positif. Dia juga sering belajar lewat dumay kalau dia capek membaca buku. Semangat Widya mulai kembali, dan kini Widya terus belajar untuk menggapai cita-cita. Masa lalu biarlah berlalu, kini mulai hidup yang baru.
. .@the end@. .
***
Widya adalah anak yang cukup aktif dan rajin belajar. Rapor Widya selalu diisi oleh nilai-nilai diatas delapan. Suatuhari Widya mengenal cowok lewat dumay. Cowok itu lama-lama mengajak Widya ketemuan. Widya menyetujui ajakan itu. Mereka mengatur waktu dan tempat untuk bertemu.
Pada Sabtu sore sepulang sekolah, Widya dan cowok itu bertemu di tempat yang telah disepakati. Cowok itu lalu membawa Widya jalan-jalan dengan motornya. Hubuan Widya dengan cowok itu berlanjut. Seminggu sekali mereka bertemu. Kata-kata sayang kini mulai meluncur dari bibir mereka. Widya yang memang baru pertama merasakannya, menikmati semua itu. Hari-hari teruz berlalu. Tak sadar Widya telah kehilangan banyak waktunya hanya untuk cowoknya, sms, telfon, ketemuan, jalan-jalan dan smuanya hanya untuk cwoknya. Nasehat orang tua bagai angin lalu, semua kemarahan orang tuanya karna prestasinya yang turun, menjadi materi curahan hati Widya pada cowoknya. Widya merasa senang dan tenang dengan mendengar kata-kata cowoknya yg sebenarnya gak terlalu bermanfaat. Cinta membuat Widya buta. Semua bahagia Widya ma cowoknya terhenti saat dya tahu cowoknya selingkuh. Nilai Widya pun makin turun. Tak sadar masa depan yang indah itu mulai hilang. Widya tak pernah menyadari semuanya. Hingga akhirnya penerimaan rapor semester limapun terlaksana. Widya tag lagi memperoleh peringkat satu seperti saat Widya belum mengenal cowok. Semua sudah terlambat nilai rapor lima semestir yang berbobot 40% untuk menentukan kelulusan Widya tak dapat diubah lagi. Tinggal tiga bulan lagi Widya harus menghadapi ujian. Widya baru sadar kalau dia sudah terhanyut dalam indah cinta yang waktunya tak tepat itu. Kini beban hidup Widya semakin berat. Nilai ujian Widya harus sempurna untuk mengangkat nilai rapor Widya yang rendah. Semua itu tentu bukan hal yang mudah. Widya pun mulai frustasi. "Aku salah, menikmati indahnya cinta itu seharusnya setelah aku selesai belajar, bukan saat aku belajar. Aku salah, orang tuaku beri yang terbaik, tapi ...
kenapa aku kecewakan mereka?" sesal Widya pada dirinya sendiri.
Semua memang tak berjalan cepat, nilai Widya turun secara berlahan. Semua tak Widya rasakan sebelumnya. Kini sesal yang dalam itupun datang. Beban cintapun membuat Widya sulit menerima pelajaran, sulit belajar. Semua yang ada di fikiran Widya tak dapat dibuang semudah membalikan tangan. Cita-cita yang indah semakin jauh. Kini Widya baru merasakannya. Kenapa? Kenapa baru sekarang Widya rasa semuanya? Karna, karna cinta yg tak tepat waktu itu, buat Widya tak sadar, perlahan menghancurkan cita-cita dalam diri Widya. Semua memang terasa indah, saat merasa cinta. Namun cinta membuat dua telingga tak dapat mendengar, dua mata tak dapat melihat.
Widya selalu menyemangati dirinya sendiri walau sebenarnya dia belum dapat berdiri tegak. Kini Widya lebih suka mengurung diri di kamar dan melamun. Itu membuat dia seperti orang gila. Kadang menangis, kadang tertawa, walau benar selang waktunya lumayan lama, tak seperti orang gila sebenarnya.
Widya lelah dengan beban hidupnya, tak lagi menjadi kebanggaan orang tua. Akhirnya Widya mulai membuka dirinya. Dia menceritakan masalahnya pada orang yg dia percaya. Widya sedikit lebih tenang saat mendengar nasehat temannya. Widya juga sudah mulai kembali membuka dumay setelah rasa traumanya reda, ini juga karna nasehat dari temannya. "Di dumay kita bisa dapat hal positif dan negatif, itu semua tergantung ma diri kita sendiri. Jangan terlalu anti sama dumay. Tapi juga jangan terlalu larut. Dumay kadang mang bisa buat kita jadi negatif, asik di dumay lupa belajar. Tapi di dumay kita juga sa belajar banyak kan. Kita juga bisa hilangin stres lewat dumay."
Widya aktiv di dumay, dia bergabung d page-page yang punya pengaruh positif. Dia juga sering belajar lewat dumay kalau dia capek membaca buku. Semangat Widya mulai kembali, dan kini Widya terus belajar untuk menggapai cita-cita. Masa lalu biarlah berlalu, kini mulai hidup yang baru.
. .@the end@. .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar