oleh : Novia Widiyanti (SMP)
Aku sambut pagi yang cerah secerah hatiku saat ini dengan senyuman yang paling manis. Ku lontarkan senyumku kepada sang raja biru dan ratu mentari. Hmm,, sepertinya mereka membalas senyumku. Aku juga tak lupa untuk sekedar berdendan kecil, “na na na la la la”.
Terdengar juga kicau burung bernyanyi bersahutan begitu merdu seperti mengikuti alunan laguku. Aku sangat senang dan wajib gembira untuk hari ini. Kau tau kenapa? Betul ingin tau? Jawabannya karena hari ini ada pelajaran matematika. Alasan yang lucu bukan? Matematika adalah pelajaran favoritku. Di saat sebagian besar teman-teman di kelasku takut akan pelajaran ini, aku malah sangat senang, suka, bahkan jatuh cinta dengan pelajaran ini. Mungkin salah satu alasannya juga karena guru yang mengajar matematika di kelasku sangat tampan, baki, dan juga ramah..hahaha..eiitzz tapi untuk guru matematikanya mungkin aku hanya suka ya..Nggak sampai jatuh cinta
Kini aku sudah siap berangkat ke sekolah dengan tas di punggungku yang sudah berisi buku-buku cetak tebal, buku latihan, dan juga buku PR yang di dalamnya sudah tersusun rapi tulisanku dan siap untuk dinilai 100 ›oh..hahaha sombongnya diriku‹ serta kotak pensil yang tak perlu ku sebutkan isi di dalamnya. Ku perbaiki posisi kacamataku dan ku rapikan dasiku. Segera ku buka pintu mobil berwarna silver ini, “Ayo berangkat pak” kataku kepada sopir yang mengemudikan mobil ini. “Baik non via” balas sopir itu.
Di sepanjang perjalanan aku hanya mendengarkan lagu-lagu dari Marcell Siahaan, penyanyi favoritku. Now Playing ‡ Peri Cintaku ‡
Aku untuk kamu
Kamu untuk aku
Namun semua apa mungkin
Iman kita yang berbeda
Tuhan memang satu
Kita yang tak sama
Haruskah aku lantas pergi
Meski cinta tak kan bisa pergi
Mendengarkan lagu ini, aku jadi ingat kakakku di dunia maya. Kakak ku yang jago matematika, yang selalu mengajariku all about math. Kakak sekaligus orang yang aku suka, tapi kami berbeda keyakinan. Lagu ini sangat cocok untuk kisah percintaanku. Ah sudahlah, aat ini bukan untuk menceritakan hal ini.
“Non via sudah sampai” Perkataan sopir itu membuyarkan lamunanku. “Hmm” singkat jawabku. Ku buka pintu mobil ini dan ku banting pelan setelah aku sudah berada di luarnya. Ku langkahkan kaki ku memasuki pintu gerbang “Global Internasional School”. Ya, itu sekolahku saat ini. “Selamat pagi pak” sapaku pada seorang satpam yang tengah duduk di posnya. “Selamat pagi” jawab satpam itu. Ku teruskan langkah kaki ini menuju kelas IX_1, kelasku saat ini. Sesampainya di kelas aku langsung disambut dengan ribuan pertanyaan. Aku bagaikan seorang artis terkenal yang tengah digosipkan hamil di luar nikah . Pertanyaan apa lagi salain menanyakan PR MTK. Aku memang terkenal dengan kejagoanku di bidang matematika, sehingga tak heran jika ada PR MTK mereka langsung menyerbu ku.
“Via, kamu udah ngerjain PR MTK belum? Aku mau nyontek nih”
“Via, kamu udah nggak PR MTK nomor 17 dan 18?”
“Via, kamu udah nggak PR MTK nomor 19 da 20?”
“Udah dong, tapi aku nggak mau nyontekin kalian” jawabku ketus. Ku lihat wajah mereka langsung berubah menjadi merah seperti anak tikus yang baru lahir atau mungkin seperti orang yang habis makan cabe 1 ton *lebaiyy
Entahlah mungkin mereka marah dengan ku, ah tapi bodoh amat, emang gue fikirin (EGF). Sebenarnya aku adalah anak yang baik dan mudah bergaul tapi dalam bidang matematika aku termasuk orang yang pelit. Tak akan ku biarkan teman-temanku menyontek latihan, PR atau ulangan MTK dariku, bahkan 1 jawaban pun tak akan aku contekkan. Karena aku tau hanya sebagian kecil yang menyukai matematika di kelasku, ini kesempatan ku untuk mendapatkan nilai matematika tertinggi di kelas. Tapi, jika teman-temanku minta diajarkan matematika, aku dengan senang hati mengajarkannya karena cita-citaku nanti adalah ingin menjadi dosen matematika, tentu dari sekarang aku harus belajar bagaimana mengajarkan seseorang.
Ku teruskan langkah kaki yang sempat tertunda ini menuju bangku sudut paling depan. Lalu aku duduk dan membuka tasku untuk mengambil handphone dan headset. Sebelum pelajaran dimulai aku sangat senang mendengarkan musik klasik dari ‘Johan Pachelbel’, tapi yang paling aku senangi adalah Canon in D dengan alunan piano dan flute.
Teett..bunyi bel masuk berbunyi. Ku lepaskan headset dari telingaku dan ku masukkan HP ku ke dalam tas. “Selamat pagi anak-anak” sapa Pak Rizal dengan senyuman manisnya. “Selamat pagi pak” kami menjawabnya dengan semangat.
“Oke, untuk PR MTK yang dua hari lalu saya berikan, ada yang sulit?”
“Tidak ada yang sulit pak” jawabku bangga.
“Whuuooo” sorak mereka kepadaku.
“Sombong banget ya kalkulator berjalan itu” ku dengar bisik-bisik dari belakang.
“Sudah..sudah..Jangan berisik di kelas saya. Nomorm berapa yang kalian tidak bisa?”
“Nomor 17 dan 18 pak” jawab mereka kompak.
“Via, tadi kamu bilang tidak ada yang sulit kan, coba kerjakan nomor 17 dan 18” kata Pak Rizal kepada ku.
“Siip pak” jawabku singkat.
“Huuuu” ribuan sorakan kembali menyerangku. Aku julurkan lidahku sebagai tanda pembalasan untuk mereka yang menyoraki ku, terutama untuk sang provokator yang duduk di belakang sana. Entah apa yang ada di fikiran mereka saat ini. Apa mereka berfikir aku sombong, pelit atau apa? Tapi aku hanya menyinpulka mereka hanya iri dengan ku. Langsung saja aku ambil spidol dan kini spidol itu tengah menari-nari di papan tulis putih membentuk angka-angka cantik ditambah tulisanku yang rapi.
“Selesai” ucapku bangga.
Aku kembalikan spiol ini ke tempatnya, lalu aku kembali ke tempat dudukku. Kini terlihat Pak Rizal tengah mengecek jawabanku di papan tulis. “Oke siip Via, jawaban mu benar, anak-anak give applause to miss math in our class” kata Pak Rizal memujiku.
“Guys, give applause to stingy girl at math” terdengar suara dari belakang. Oh, ternyata provokator itu yang berbicara barusan. “Prookk.. prokk.. prookk.. huuuuu. .huuuuu” Aku merasa seperti memenangi kontes Miss Indonesia. Ribuan tepuk tangan dan sorakan kini tertuju padaku, tapi aku tak seperti Miss Indonesia sungguhan yang berjalan lenggak lenggok sambil melambaikan tangan. Aku tak tau apa yang ada di perasaanku saat ini, senang atau sedih? Entahlah.. Mereka bilang aku pelit? Iya sih aku memang pelit dalam hal contek mencontek tapi aku sangat senang dengan sebutan Pak Rizal untukku “Miss Math”. Sebuah kebanggan tersendiri untukku. Tapi, kini aku harus siap dengan julukan baru dari teman-temanku. Ya, julukan baru karena sebelumnya aku dijuluki ‘Kalkulator Berjalan’.
“Hai Stingy Girl”.
“Hallo Stingy Girl”
“Met pagi Stingy Girl”
Aku membayangkan hari-hariku dengan julukan baru itu. #Oh, malangnya nasibku
---TAMAT---
Aku sambut pagi yang cerah secerah hatiku saat ini dengan senyuman yang paling manis. Ku lontarkan senyumku kepada sang raja biru dan ratu mentari. Hmm,, sepertinya mereka membalas senyumku. Aku juga tak lupa untuk sekedar berdendan kecil, “na na na la la la”.
Terdengar juga kicau burung bernyanyi bersahutan begitu merdu seperti mengikuti alunan laguku. Aku sangat senang dan wajib gembira untuk hari ini. Kau tau kenapa? Betul ingin tau? Jawabannya karena hari ini ada pelajaran matematika. Alasan yang lucu bukan? Matematika adalah pelajaran favoritku. Di saat sebagian besar teman-teman di kelasku takut akan pelajaran ini, aku malah sangat senang, suka, bahkan jatuh cinta dengan pelajaran ini. Mungkin salah satu alasannya juga karena guru yang mengajar matematika di kelasku sangat tampan, baki, dan juga ramah..hahaha..eiitzz tapi untuk guru matematikanya mungkin aku hanya suka ya..Nggak sampai jatuh cinta
Kini aku sudah siap berangkat ke sekolah dengan tas di punggungku yang sudah berisi buku-buku cetak tebal, buku latihan, dan juga buku PR yang di dalamnya sudah tersusun rapi tulisanku dan siap untuk dinilai 100 ›oh..hahaha sombongnya diriku‹ serta kotak pensil yang tak perlu ku sebutkan isi di dalamnya. Ku perbaiki posisi kacamataku dan ku rapikan dasiku. Segera ku buka pintu mobil berwarna silver ini, “Ayo berangkat pak” kataku kepada sopir yang mengemudikan mobil ini. “Baik non via” balas sopir itu.
Di sepanjang perjalanan aku hanya mendengarkan lagu-lagu dari Marcell Siahaan, penyanyi favoritku. Now Playing ‡ Peri Cintaku ‡
Aku untuk kamu
Kamu untuk aku
Namun semua apa mungkin
Iman kita yang berbeda
Tuhan memang satu
Kita yang tak sama
Haruskah aku lantas pergi
Meski cinta tak kan bisa pergi
Mendengarkan lagu ini, aku jadi ingat kakakku di dunia maya. Kakak ku yang jago matematika, yang selalu mengajariku all about math. Kakak sekaligus orang yang aku suka, tapi kami berbeda keyakinan. Lagu ini sangat cocok untuk kisah percintaanku. Ah sudahlah, aat ini bukan untuk menceritakan hal ini.
“Non via sudah sampai” Perkataan sopir itu membuyarkan lamunanku. “Hmm” singkat jawabku. Ku buka pintu mobil ini dan ku banting pelan setelah aku sudah berada di luarnya. Ku langkahkan kaki ku memasuki pintu gerbang “Global Internasional School”. Ya, itu sekolahku saat ini. “Selamat pagi pak” sapaku pada seorang satpam yang tengah duduk di posnya. “Selamat pagi” jawab satpam itu. Ku teruskan langkah kaki ini menuju kelas IX_1, kelasku saat ini. Sesampainya di kelas aku langsung disambut dengan ribuan pertanyaan. Aku bagaikan seorang artis terkenal yang tengah digosipkan hamil di luar nikah . Pertanyaan apa lagi salain menanyakan PR MTK. Aku memang terkenal dengan kejagoanku di bidang matematika, sehingga tak heran jika ada PR MTK mereka langsung menyerbu ku.
“Via, kamu udah ngerjain PR MTK belum? Aku mau nyontek nih”
“Via, kamu udah nggak PR MTK nomor 17 dan 18?”
“Via, kamu udah nggak PR MTK nomor 19 da 20?”
“Udah dong, tapi aku nggak mau nyontekin kalian” jawabku ketus. Ku lihat wajah mereka langsung berubah menjadi merah seperti anak tikus yang baru lahir atau mungkin seperti orang yang habis makan cabe 1 ton *lebaiyy
Entahlah mungkin mereka marah dengan ku, ah tapi bodoh amat, emang gue fikirin (EGF). Sebenarnya aku adalah anak yang baik dan mudah bergaul tapi dalam bidang matematika aku termasuk orang yang pelit. Tak akan ku biarkan teman-temanku menyontek latihan, PR atau ulangan MTK dariku, bahkan 1 jawaban pun tak akan aku contekkan. Karena aku tau hanya sebagian kecil yang menyukai matematika di kelasku, ini kesempatan ku untuk mendapatkan nilai matematika tertinggi di kelas. Tapi, jika teman-temanku minta diajarkan matematika, aku dengan senang hati mengajarkannya karena cita-citaku nanti adalah ingin menjadi dosen matematika, tentu dari sekarang aku harus belajar bagaimana mengajarkan seseorang.
Ku teruskan langkah kaki yang sempat tertunda ini menuju bangku sudut paling depan. Lalu aku duduk dan membuka tasku untuk mengambil handphone dan headset. Sebelum pelajaran dimulai aku sangat senang mendengarkan musik klasik dari ‘Johan Pachelbel’, tapi yang paling aku senangi adalah Canon in D dengan alunan piano dan flute.
Teett..bunyi bel masuk berbunyi. Ku lepaskan headset dari telingaku dan ku masukkan HP ku ke dalam tas. “Selamat pagi anak-anak” sapa Pak Rizal dengan senyuman manisnya. “Selamat pagi pak” kami menjawabnya dengan semangat.
“Oke, untuk PR MTK yang dua hari lalu saya berikan, ada yang sulit?”
“Tidak ada yang sulit pak” jawabku bangga.
“Whuuooo” sorak mereka kepadaku.
“Sombong banget ya kalkulator berjalan itu” ku dengar bisik-bisik dari belakang.
“Sudah..sudah..Jangan berisik di kelas saya. Nomorm berapa yang kalian tidak bisa?”
“Nomor 17 dan 18 pak” jawab mereka kompak.
“Via, tadi kamu bilang tidak ada yang sulit kan, coba kerjakan nomor 17 dan 18” kata Pak Rizal kepada ku.
“Siip pak” jawabku singkat.
“Huuuu” ribuan sorakan kembali menyerangku. Aku julurkan lidahku sebagai tanda pembalasan untuk mereka yang menyoraki ku, terutama untuk sang provokator yang duduk di belakang sana. Entah apa yang ada di fikiran mereka saat ini. Apa mereka berfikir aku sombong, pelit atau apa? Tapi aku hanya menyinpulka mereka hanya iri dengan ku. Langsung saja aku ambil spidol dan kini spidol itu tengah menari-nari di papan tulis putih membentuk angka-angka cantik ditambah tulisanku yang rapi.
“Selesai” ucapku bangga.
Aku kembalikan spiol ini ke tempatnya, lalu aku kembali ke tempat dudukku. Kini terlihat Pak Rizal tengah mengecek jawabanku di papan tulis. “Oke siip Via, jawaban mu benar, anak-anak give applause to miss math in our class” kata Pak Rizal memujiku.
“Guys, give applause to stingy girl at math” terdengar suara dari belakang. Oh, ternyata provokator itu yang berbicara barusan. “Prookk.. prokk.. prookk.. huuuuu. .huuuuu” Aku merasa seperti memenangi kontes Miss Indonesia. Ribuan tepuk tangan dan sorakan kini tertuju padaku, tapi aku tak seperti Miss Indonesia sungguhan yang berjalan lenggak lenggok sambil melambaikan tangan. Aku tak tau apa yang ada di perasaanku saat ini, senang atau sedih? Entahlah.. Mereka bilang aku pelit? Iya sih aku memang pelit dalam hal contek mencontek tapi aku sangat senang dengan sebutan Pak Rizal untukku “Miss Math”. Sebuah kebanggan tersendiri untukku. Tapi, kini aku harus siap dengan julukan baru dari teman-temanku. Ya, julukan baru karena sebelumnya aku dijuluki ‘Kalkulator Berjalan’.
“Hai Stingy Girl”.
“Hallo Stingy Girl”
“Met pagi Stingy Girl”
Aku membayangkan hari-hariku dengan julukan baru itu. #Oh, malangnya nasibku
---TAMAT---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar