Hasil SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) baru saja di umumkan. Alhamdulillah aku diterima di jurusan Tekhnik Nuklir Fakultas Tekhnik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Berita gembira itu pun langsung kusampaikan pada Ibu. Senyum simpul pun melengkung dari bibir ibu. Namun aku melihat ada sesuatu yang ganjil di wajah ibu. Ada kekhawatiran menyelimuti wajahnya. Perlahan airmata pun turun dari kedua matanya.
Melihat wajah ibu aku dapat membaca kalau berat hati ibu membiarkanku pergi. Semenjak ayah sakit-sakitan akulah yang sering menolong ibu. Akulah satu-satu anaknya. Maka ibu akan merasa sepi dengan ketiadaanku. Dengan diterimanya aku di Universitas Gadjah Mada maka aku harus ke Jogja dan meninggalkan ibu sendirian merawati ayah di Cikidang, Sukabumi.
Bu.. Sejauh manapun aku melangkah aku akan selalu mengingat ibu.
Aku tak tahu harus bagaimana. Aku tidak ingin meninggalkan ibu merawat ayah sendirian tapi disisi lain aku sangat ingin sekolah di Jogja menimba ilmu di kota education tersebut. Apalagi aku diterima di jurusan yang sangat aku sukai itu. Karena aku memang pecinta kimia dan aku senang ber-eksperimen.
“Bu, aku meminta keridho’an ibu tuk mengikhlaskanku pergi Jogja kuliah disana. Tapi kalau ibu keberatan aku akan coba kuliah di Sukabumi saja biar setiap minggu bisa pulang jenguk ibu.” Ucapku.
Mendengar ucapanku ibu lalu tersenyum semari mengusap kepalaku lalu memelukku.
“Nak.. Sebelum kamu meminta izin pada ibu, ibu telah mengizinkanmu pergi. Karena ibu tahu akan tiba suatu masa dimana kamu akan dewasa dan meninggalkan ibu. Dan inilah masa itu. Inilah roda kehidupan.. Dalam hidup kebersamaan itu ada batasnya. Ia akan dibatasi oleh ruang dan waktu sedangkan cinta dan kasih sayang tiada batasannya. Maka pergilah.. Dan kasih sayang ibu akan menyertaimu dalam do’a.”
“Bu.. Aku sayang ibu..” Ucapku lirih.
Kini telah tiba saatnya aku harus pergi meninggalkan semuanya. Meninggalkan ibu yang kusayangi. Ayah yang kubanggakan dan teman-teman yang setia padaku hingga saat ini.
Sebuah rangsel telah melekat di pundakku dan kardus kecil yang aku tak tahu isinya apa ku jinjing di tangan kiriku.
“Ibu aku pergi.. Ayah aku pergi..” Pamitku semari mencium tangan ayah dan ibu.
“Sebentar nak...” Cegah ibu.
Ibu lalu masuk ke kamar mengambil sesuatu kemudian keluar membawa sebuah amplop lalu menyisihkannya dalam kantong kemejaku. Aku bertanya isi amplop itu apa tapi ibu menyuruhku membukanya nanti kalau sudah jauh dari Sukabumi. Aku pun mengangguk mengiyakannya. Lalu aku melihat ada butiran bening dimata ibu.
Di depan pak Kartono telah membunyikan clackson pick up-nya. Tandanya sudah waktunya berangkat. Aku sudah janji ke pak Kartono tuk ikut pick up-nya ke Bogor kemudian naik KRL ke Jakarta baru naik kereta ke menuju jogja. Ku lambaikan tangan pada ibu dan ibu pun membalas dengan senyuman lalu melambaikan tangannya mengiringi pick up pak Kartono yang terus melaju hingga jauh.
Di dalam kereta saat dalam perjalanan menuju Jogja aku mencoba membuka isi amplop yang diberikan ibu tadi. Ada selembar uang kertas seratus ribu rupiah dan sepucuk kertas berisikan tulisan ibu. Aku lalu membuka dan membacakannya.
Nak.. Ketika kamu sudah di Jogja akan banyak sekali onak dan duri yang akan datang menghampirimu. Maka berjuanglah. Jadilah yang terbaik untuk dirimu. Lakukanlah apa yang ingin engkau lakukan selama kamu mampu memertanggungjawabkannya untuk dirimu, tuhanmu dan orang-orang disekitarmu. Jadilah pribadi yang berguna untuk orang lain. Ketika disana kamu merasa sedih berwudhulah lalu mendekatlah pada Allah. Ketika kamu merasa sepi, do’a ibu akan selalu menyertaimu."
Nak.. Jangan pernah meninggalkan tuhanmu walau sedetik pun dalam hidupmu. Ialah pemilik semesta ini. Maka teruslah mengingatNya dalam setiap hembusan nafasmu.
Bergunalah engkau bagi bangsa dan negara ini. Sudah terlalu lama kita hidup dalam ketidakadilan dan ketidakbenaran kepemimpinan. Maka ubahlah semua itu. Karena masa depan bangsa ini ada di tanganmu sebagai pemuda yang akan meneruskan semua ini."
Anakku.. Keberhasilan itu bukanlah ketika engkau melempar toga ke atas sambil berteriak aku lulus akan tetapi ketika engkau dapat menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Kapan pun engkau kembali, ibu akan tetap menantimu..
Selamat berjuang anakku... Gapailah mimpimu dan janganlah menyerah hingga kau temukan keinginanmu.
Tetaplah tersenyum walau badai menghadang jalanmu dan iapun akan tertunduk malu padamu.
Ibu Bangga padamu...
Aku lalu melipat kembali sepucuk kertas itu dan memasukkannya ke dalam amplop. Begitu pula uang seratus ribu pemberian ibu. Aku yakin ibu mendapatkannya dengan susah payah. Aku lalu menarik nafas dalam-dalam dan menengok keluar jendela. Menatap langit yang begitu cerah hari itu dan berjanji dalam hati. Aku harus meraih impianku. Suatu saat aku akan kembali membuktikan pada ibu dan ayah bahwa aku bisa menjadi yang terbaik bagi mereka.
Dan.. Setetes airmata rindu yang pernah ibu alirkan untukku, akan kubayar saat aku kembali nanti..
Sampai saat ini aku dapat berdiri disini karena kebesaran Allah yang telah menganugerahiku seorang ibu yang telah mendidik dan membesarkanku hingga dewasa. Aku akan terus bersyukur dengan semua ini.
Sudahkah kita bersyukur atas apa yang diberikan Allah pada kita saat ini?? Dialuar sana begitu banyak orang yang bernasip jauh lebih buruk dari kita namun mereka bersyukur. Mereka tak dapat melanjutkan sekolah tetapi mereka tetap tersenyum.
Semoga kita tergolong kedalam golongan orang yang pandai mensyukuri segala ni’mat dari-Nya.
Semangat Berjuang dan Raihlah asamu….
Oleh: Imints Fasta
Departement Syi’ar LDK Jama’ah Shalahuddin UGM
Jogja, 01 Juli 2011
@Maskam UGM
Sumber Source : imintss.co.cc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar