Suara bising pelantun lagu beraliran rock, ‘Otherside’ memenuhi setiap celah kamar Carol. Dengan sebuah DVD silver terpampang diatas meja bundar, yang seharusnya diisi dengan buku-buku pelajaran itu, Carol loncat-loncat menikmati alunan musik.
Not Comfort! Bagaikan melemparkan sebuah tangki drum minyak berkapasitas 5 liter milik Pertamina ke sebuah jendela kaca, yang tak hanya membuat kaca itu hancur lebur, tetapi juga membuat komunitas para semut yang tengah melintas spontan menghembuskan nafas terakhir sembari mengangkat bendera putih tanda kekalahan. Saat itu memang tak ada orang lain di rumahnya, just Carol. Mama dan papanya seperti biasanya masih berada dikantor, jika belum jam 5 sore atau bahkan lebih mereka belum pulang. Ricko, kakak Carol yang saat ini sudah di bangku kuliah Universitas Trisakti, Fakultas Kedokteran, mungkin masih asyik dengan teman-temannya, nongkrong di jalanan, main PS bareng atau mungkin saja masih di kampus menikmati mata kuliah tambahan yang menuntutnya harus memperkerjakan otak lebih ekstra lagi. Entah bagaimana ceritanya hingga ia bisa masuk Fakultas Kedokteran, mungkin Dewi Fortuna sedang memihak kepadanya saat itu.
“Huhhh, bosen gue hidup kayak gini, datar banget!”,gerutu Carol sembari mematikan musik yang sudah membuatnya mengeluarkan tetes-tetes cairan lewat epidermis kulitnya itu. Ia meraih tas ransel hitam dan kunci motor dengan gantungan logo Arsenal. Rencananya ia akan hang out bersama teman-temannya buat latihan band di basecamp tempat biasa Dugals Band itu latihan.
Semester lalu Carol harus rela menerima raport emas berduri miliknya.
“Caroline Anastasya, rupanya kamu harus lebih meningkatkan belajarmu lagi”ucap Bu Lisa, yang saat iu menjabat menjadi wali kelas XI IPA 4.
Yah, saat itu semuanya tak menyangka, yang semulanya di semester 1 Carol bisa menyabet juara, walau hanya 10 besar, di semester 2 ini ia harus menelan pil pahit. Raportnya ada yang berwarna. Wow, merah, itulah warna yang tertera di skor matematika. Sejak dulu ia sangat benci dengan yang namanya matematika. Jika bertemu, rasanya Carol ingin membantainya. Andaikan matematika itu cabai merah, maka Carol adalah pisaunya yang siap mencincang habis bumbu berwarna merah itu,kemudian di gorengnya, di ulek-ulek, terakhir ia berikan hasilnya untuk jadi santapan Jojon, kucing peliharaannya. Tak perduli seberapa pedas, menakutkan, atau bahkan seseram kuntilanak di Jembatan Manggarai. Belum lagi dengan guru matematika di SMA-nya, sungguh menjenuhkan. Bak seorang profesor, kepalanya botak, udah tua, dan kalau lagi ngajar zzzzz rasanya pengen nimpuk pake kaos kaki kumal yang sudah seminggu belum dicuci.
“Oke papa putusin mulai semester depan, papa bakalan panggil guru privat buat ngajar kamu matematic”ujar papa Carol seusai menerima raport anaknya yang jeblok itu.
“Whatss? Les privat.. oh noo papa, I hate it!”sontakan Carol membuat semua mata tertuju padanya, saat itu papa, mama, dan kakak Carol berkumpul di ruang santai menonton persidangan Carol.
“Papa nggak mau dengar apa-apa lagi. Papa mau nyuruh asisten papa buat cari guru privat terbaik di Jakarta”ucap papa Carol seraya beranjak dari sofa pink bermotif bunga anggrek itu dan kemudian sibuk dengan Hp-nya.
“Carol, mama harap kali ini kamu nggak kecewain papa mamamu lagi ya sayang,emuah…”mama meninggalkan Carol dan mencium kening anak perempuannya itu.
“Huh, itu berarti gue harus berlama-lama ketemu angka-angka.. trus gue ga bisa sering-sering latian ma anak-anak. Arrrrgggh”gerutu Carol.
“Gue kan udah bilang, nggak usah ikut-ikutan ngeband kayak gitu, liat sendiri kan hasilnya. Sukurin aja deh!”ejek kak Ricko santai, sembari asyik dengan PSP merah miliknya.
“Emang gue butuh nasehat elo? Udah sana deh kak! Bikin tambah galau aja!”usir Carol kesal. Carol pun akhirnya yang mengalah, meninggalkan kakaknya itu ke kamar.
***
Terik matahari siang ini dengan gagahnya menembus celah-celah kulit Carol. Biasanya ia pulang sekolah bersama motor Mio merah miliknya. Namun kali ini, ia harus rela naik angkot Om Bejo yang biasa mangkal di pojok sekolah. Motor kesayangannya itu masih di bengkel karena bocor sewaktu berangkat sekolah.
“Arrrgghh, coba aja gue punya sopir pribadi atau bodyguard pribadi atau nggak emmm”omongan kosong Carol terhenti ketika membuka pintu rumah dan menemukan sesosok orang yang tengah duduk di atas kursi ruang tamu.
“Eh siapa lo?”tanya Carol padanya.
“Saya Fandi.. Pasti kamu kan yang namanya Carol? Saya disuruh papa kamu buat jadi guru privat matematika kamu!”ujar cowok itu mantap.
Seketika itu Carol mengamati cowok itu dari ujung kaki sampai ujung kepala. Tak disangka cowok keren yang ada dihadapannya bakalan jadi gurunya. Mungkin ia masih seumuran dengan kakaknya Carol.
Yah, Fandi Adriansyah adalah salah satu mahasiswa di Universitas Indonesia, Fakultas Pendidikan, dan sekarang udah semester akhir. Kenapa papa Carol memilih dia buat jadi guru privat Carol? Itu karena ia adalah salah satu mahasiswa berprestasi yang tahun kemarin telah dikirim ke Kanada untuk mewakili Indonesia di ajang International Mathematic Olympiade atau biasa disebut dengan IMO. Saat itu ia memang belum berhasil, namun di ajang lain ia telah berhasil menggondol piala emas, yaitu pada acara Golden Award, yang diselenggarakan oleh salah satu televisi swasta Indonesia, akhir bulan lalu. Bukan Cuma itu, ia pun kini telah bekerja di salah satu tempat Bimbingan Belajar terkemuka di Jakarta. Predikatnya pun sangat baik, tepat waktu dan banyak anak didiknya yang menjadikan ia sebagai guru favorit.
Namun berbeda dengan Carol, setelah mendengar kalau ia adalah guru privat matematika, Carol langsung ogah. Ia pun nyelonong masuk kamarnya tanpa memperdulikan Fandi yang sedang berbicara.
“Oke, kalo kamu nggak mau belajar hari ini, no problem. Saya bakalan datang lagi besok!”ucap Fandi. Ia pun mengambil tasnya dan segera pergi.
Benar saja, esok harinya tepat jam 1 siang saat Carol pulang sekolah ia sudah mendapati guru privatnya itu dirumahnya.
“Sini! Ikut gue!”Carol menarik tangan Fandi.
“Mau kemana?”tanya Fandi.
Carol tak menjawab. Ia memberikan helm putih kepada Fandi dan menyuruhnya naik motornya itu.
Wesssss……………
Mereka melaju dengan kencangnya. Tepat di depan Jalan Keramat no. 92 Rangkasbitung motornya berhenti.
“Masuk !”Carol menyuruh Fandi masuk.
Fandi melihat sekeliling tempat itu, penuh alat-alat musik yang dia rasa harganya begitu mahal. Yah, Carol mengajak guru privatnya itu ke basecamp Dugals Band. Disana terlihat teman-teman Carol yang siap dengan alatnya masing-masing. Carol pun mengambil gitarnya dan memberi isyarat pada teman-temannya untuk segera memainkannya. Lantunan lagu ‘I Heart You’ versi acoustic milik Smash, boyband yang sedang ngehits di kalangan kaum remaja Indonesia itu, menggema.
Fandi dan Carol beserta teman-temannya itu begitu menikmati.
“Inilah hidup gue. Rasanya musik itu adalah belahan jiwa gue dan gue ga bisa hidup tanpa musik. Jadi gue mohon jangan paksa gue buat belajar, sampai kapanpun gue ga bakal bisa matematic”ucap Carol memulai pembicaraan. Teman-teman Carol pun terdiam menyaksikannya.
“The winner say can, but loser say can’t”
“Terserah kamu mau pilih yang mana, jadi pemenang atau pecundang. Saya nggak maksa kamu buat bisa matematika hanya saja saya harap kamu mau belajar. Apa salahnya mencoba? Lagian kamu juga tetep bisa main musik kok”ucap Fandi.
Carol berfikir sejenak.
“Tapi gue benci matematika!”sanggah Carol.
“Memang apa salah matematika sama kamu? Sampai kamu benci matematika. Matematika itu bagaikan cinta, dia akan memberimu segalanya jika kamu mau mencintainya. Mudah kok. Jadi kenapa nggak mungkin, kalau kamu mau mencoba”ucap Fandi bijak. Carol terdiam.
“Oke oke! gue mau. Gue bakalan buktiin ke elo kalau gue itu bukan pecundang. Ngerti”jawab Carol.
“Nah. Gitu donk, disuruh les aja repotnya minta ampun, kayak disuruh nikahin kambing aja lo!”sahut Ardan teman bandnya itu sembari mengacak-acak rambut Carol.
“Apaan sih lo”
***
“Jadi, misalnya diberikan lingkaran dengan persamaan x2+y2=r2. Ada tiga macam kedudukan titik P(x1,y1) terhadap lingkaran dengan persamaan x2+y2=r2, yaitu yang pertama titik P didalam lingkaran jika x12+y12<r2 pada="" lingkaran="" jika="" x12="" dan="" di="" luar="">r2. Nah sekarang dicoba dulu soalnya tuh”Fandi menjelaskan kepada Carol dengan nada yang begitu lembut.</r2>
“Zzzzzzzzzzzzz”
Fandi menolehkan kepalanya 900 ke arah Carol, tak disangka semenjak tadi ia celotehan sendiri, tak ada yang mendengarkannya, Carol telah tertidur pulas. Mungkin ia kecapekan. Ia memang telah belajar sejak siang tadi. Yah, sudah tiga bulan ini Carol belajar bersama Fandi, sang guru privat yang keren itu.
“Hmmm”
Fandipun akhirnya menggendong Carol untuk dibawa masuk, mereka memang sedang belajar di taman belakang rumah. Fandi meletakkan Carol diatas sofa ruang santai. Sejenak ia mengamati Carol yang sedang asyik dengan alam bawah sadarnya itu. Cantik. Bak tokoh Putri Salju di dongeng yang membutuhkan ciuman cinta sejati dari seorang Pangeran agar mendapatkan kehidupan kembali, dan sang Pangeran itu adalah Fandi. Hahahaha.
“Carol kenapa?”ucap seseorang mengagetkan Fandi yang tidak lain adalah mama Carol yang baru saja pulang dari kantor.
“Carol ketiduran tante waktu belajar ditaman belakang”jawab Fandi.
“Oh ya sudah. Emm keliatannya hari sudah sore, makasih ya nak udah bantuin Carol”ucap mama Carol.
“Iya sama-sama tante”ucap Fandi.
Akhirnya Fandi pun pulang. Ia berjalan menyusuri gank kecil sebagai jalan pintas menuju jalan besar. Seperti biasa ia harus menunggu busway di halte biasa ia menunggu. Fandi senyum-senyum sendiri.
“Apa aku jatuh cinta sama Carol yah?”ucap Fandi di dalam hati.
“Ahh, apa-apaan sih aku ini. Aku harus profesional donk”ujarnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Busway yang ditunggunya itu pun datang. Fandi segera naik.
***
“Waktu itu aku nggak nyangka banget bakalan lolos seleksi dan dikirim ke Kanada”cerita Fandi pada Carol sambil menyantap es krim Corneto coklat miliknya yang ia beli bersama Carol.
Hari ini mereka memang belajar di taman kota, akhir-akhir ini mereka memang sering belajar disana. Sebuah taman dengan kolam besar ditengah-tengah, ada berbagai macam ikan yang hidup disana. Di weekend seperti saat ini, banyak orang yang pergi kesana, sekedar merilekskan pikiran. Disana banyak tanaman tumbuh subur karena dirawat dengan baik, ada juga fasilitas Outboundnya. Fandi sengaja mengajak Carol belajar disana supaya ia tak jenuh.
“Jujur saat itu aku minder banget, lawan-lawanku begitu tangguh, yahh, mereka adalah anak-anak terbaik dari Indonesia. Tapi alhamdulillah aku di dijinkan untuk bertemu Kanada”ujar Fandi sumringah.
“Trus gimana waktu lo disana?”tanya Carol penuh antusias.
“Aku dapet pelayanan yang wow ekstraordinary, aku kira itu semua mimpi. Maklum aku kan cuma anak kampung, ayahku aja cuma seorang tukang becak. Tapi aku begitu bangga dan kagum pada ayahku itu. Emm, Disana aku tinggal di pusat perkotaan yang begitu padat, bertempat di apartemen bintang 5. Aku tak tau persis apartemen itu berlantai berapa yang jelas tinggi menjulang. Ketika aku masuk, aku membaca sebuah poster besar kalau disana ada 450 kamar dan aku masih ingat benar kalau aku dapet kamar nomor 124. Selain itu didalamnya ada mall atau toko-toko mewah, kolam renang didalam gedung dan pelayannya pun begitu ramah”ucap Fandi panjang.
“Trus apa lo dapet kenalan temen disana?”ucap Carol.
“Tentu saja ! pesertanya ramah-ramah dan bersahabat. Namun karena aku kurang menguasai bahasa inggris jadi aku agak kesulitan berbicara pada mereka. Senang deh bisa dapat teman dari negara lain. Tapi kalau aku mengingatnya, kekalahan itu yang sering membuat aku sedih”.
“Sudahlah. Gue yakin lo udah berjuang sekuat tenaga lo. Tapi mungkin lawan-lawan lo yang terlalu berat”ujar Carol bijak. Sebelumnya Carol tak pernah sebijak ini. Entah dari mana Carol mendapatkan kata-kata itu.
Saat ini Carol mulai bersahabat dengan Fandi, tak jarang ia menuangkan segala keluh kesahnya itu dengan sang guru privat. Begitu juga Fandi, mereka agaknya sudah mulai akrab.
“Emm kita lanjutin belajarnya ya…”ajak Fandi.
“Baik boss..”Carol bersemangat.
Carol mencoba mengerjakan sebuah soal. Terlihat begitu serius. Semangat ‘45 berkobar didadanya. Jika garuda sudah didada maka matematika akan dihati Carol. 15 menit waktu berlalu. Agaknya Carol kualahan dengan soal ini. Fandi masih membiarkannya sampai ia menemukan jawabannya.
“Arrrgghhh, nih soal ngajak ribut yah”ucap Carol begitu kesal.
“Hmm, nggak perlu marah-marah. Sini aku ajarin. Soalnya gini, Dalam segitiga KQR, nilai sin (K+Q)=3/4, Maka nilai sin 2(K+Q) adalah? Jadi gini, Misal,
K+Q=A maka sin A=3/4
cos A=V7/4
sin 2A=2sin A cos A
=2. 3/4 . V7/4
=(3V7)/8
sin 2(K+Q)=(3/8) V7”ucap Fandi menjelaskan.
Kriiingggg…
Tiba-tiba hp Carol berbunyi.
“Haloo…… Iya ini gue……Oh iya gue lupa, oke gue kesana sekarang”ucap Carol semangat.
“Dari siapa?”tanya Fandi.
“Emm, dari Ardan, katanya gue disuruh kesana sekarang. Tadi pagi gue udah janjian buat latihan bareng. Gue kesana boleh kan?”pinta Carol.
“Emm, boleh nggak ya?hehe iya oke oke, trus papamu gimana?”ujar Fandi.
“Urusan itu biar gue yang urus”
Carol pun berlari menuju motornya. Mukanya begitu berseri. Tidak lagi seperti pelangi yang kehilangan satu warnanya, itulah Carol sebelum mengenal matematika. Namun sekarang, aura bahagia terlihat darinya. Tepat di samping kolam besar, Carol masih senyum-senyum sendiri. Sampai tak menyadari kalau didepannya sudah ada kulit pisang. Mungkin ulah pengunjung yang tidak bertanggung jawab, membuang sampah tidak pada tempatnya. Kontan saja Carol terpeleset. Dan naas-nya lagi ia masuk ke dalam kolam. Carol tak bisa berenang. Sekuat tenaga ia berusaha untuk berteriak minta tolong. Namun tak ada yang tau. Saat itu hari mulai sore biasanya taman ini memang sudah agak sepi.
“Too… to..lo nggg toloonggg”
Dari arah kejauhan Fandi melihat ada yang mengelepat-mengelepat di tengah kolam yang lumayan dalam itu. Pikirnya hanya seekor ikan. Ia pun mendekat, dan ternyata yang dilihatnya itu Carol. Dengan cepat Fandi pun menolong Carol.
Byuurrrrr……
Fandi menarik Carol dan membawanya ke atas. Carol terlihat kesusahan bernafas. Sampai akhirnya ia pun pingsan.
“Caroollll, aku mohon banguuunnn.. Caroll aku nggak mau kehilangan kamuuuuu… Carollll” Fandi berteriak-teriak sambil mengguncang-guncangkan tubuh mungil Carol. Seketika itu Carol bangun terbelalak membuka matanya.
“Kamu siapa?”tanya Carol.
“Caroolll?”ucap Fandi.
“Who are u?”
“Ini aku Fandi. Kamu kenapa? Caroolll ini aku… Masak kamu ga inget, ini aku… aku mohon kamu inget aku. Aku ga mau dilupain kamu, aku nggak mau Carol, aku sayang kamu… Plissss Carol” ucap Fandi begitu memelas. Matanya pun terlihat meneteskan air mata. Yah, Fandi menangis, Fandi nggak mau kehilangan Carol. Sudah enam bulan ini ia selalu bersama-sama Carol. Susah senang mereka rasakan bersama-sama. Terlihat Fandi menyayangi Carol.
“Hhahahahahahahaahaaa”Carol tertawa.
Fandi kebingungan kenapa tiba-tiba Carol tertawa. Apa ini efek dari tenggelamnya ia tadi.
“Hahahahahahahaha…… geli gue liat lo nangis ndi… ahaha”ucap Carol sembari memegangi perutnya.
“Jadi kamu inget aku?”tanya Fandi polos.
“Gue nggak inget pak guru, hahahaha”
Seketika itu Fandi manyun. Ternyata Carol hanya pura-pura. Ia menggerutu dalam hati sambil memajukan bibir bagian bawah menunjukkan kalau ia sedang kesal.
“Eh eh… tapi tadi kok kayaknya ada yang bilang sayang ya ke gue?”ujar Carol.
Fandi memalingkan mukanya pura-pura tidak tau. Ia berfikir keras harus bagaimana ia saat ini.
“Fandi, sebenarnya gue juga sayang sama lo”ucap Carol blak-blakan.
Fandi menatap Carol. Matanya begitu berbinar-binar.
“Jadi kamu……”
“Iya he emmm, tapi ada satu syarat!”Carol terlihat serius.
“Syarat? Apa?”Fandi terlihat pesimis.
“Syaratnya, gue nggak mau cinta gue terbagi dua. Gue nggak mau dimadu sama matematika!”
“Hahaa iya iya deh, aku juga janji akan ngebuat kamu jadi pinter matematika, okee?”
Fandi memeluk Carol. Senyuman lebar menghiasi wajah mereka. Perasaan mereka bergelayut. Cinta itu memang indah, simple, dan mengagumkan. Yah, Cinta itu seperti persamaan kuadrat dengan ekuivalen, yang antara ruas kanan dengan ruas kiri selalu seimbang dan saling membutuhkan. Cinta itu bagai lingkaran yang tak dipisahkan oleh suatu apapun dan terbentuk dari titik-titik yang saling menyatu dan membentuk gejolak asmara. Namun, yang terpenting cinta itu telah membuat Carol luluh.
***
Bagai mendirikan benang yang basah. Itulah Carol yang dulu. Tapi, sekarang kata-kata itu telah sirna. Yang ada hanya Fandi seorang Dosen di Universitas Parahyangan, sekaligus pemilik FaRol Shop, sebuah toko yang menyediakan alat-alat musik berbagai merk dan kesemuanya adalah asli Indonesia dibuat oleh orang-orang luarbiasa di Indonesia. Toko itu didirikan oleh orang-orang luar biasa, yaitu Fandi dan Carol. Carolpun kini telah menjadi seorang mahasiswi di Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Pendidikan Matematika Semester 5 yang siap dikontrak sebuah Instansi terkemuka untuk bekerja disana. Yah, matematika, Carol sungguh mencintai matematika.
MATEMATIKA………… I HEART YOU……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar