Oleh : Resy Iswari (SMA)
Aku terlahir dari sebuah keluarga yang sederhana, meskipun sangat sederhana tapi aku sangat cinta keluargaku. Aku termasuk anak yang sehari-hari menghabiskan waktu dengan bermain, yang anehnya setiap bermain aku tidak pernah bermain bersama perempuan karena faktor lingkungan, disekitar tempat tinggalku tidak ada seorang pun anak perempuan yang seusia denganku. Aku tidak pernah mencoba belajar memasak padahal aku seorang perempuan. Di waktu masih SD aku termasuk salah satu anak yang berprestasi, aku sering ikut lomba mata pelajaran, tapi aku tidak pernah juara kelas entah kenapa, tapi ketika penerimaan hasil ujian nasional aku terkejut karena aku mendapat peringkat ke 3, meskipun tidak perringkat pertama tapi aku sangat bahagia, kali pertamanya aku mendapat juara di sekolah ku.
Karena nilai ujian ku yang lumayan baik, aku diterima di sebuah sekolah favorit dimana aku tinggal. sulit mencari teman disekolah tersebut karena sekolah tersebut tergolong sekolah yang berprestasi. Di sekolah tersebut jelas terlihat antara si kaya dan si miskin, aku lebih memilih berteman dengan yang miskin karena orang tuaku selalu berpesan “Nak, pergi sekolah itu untuk belajar bukan untuk pergi bersenang-senang, jangan sampai terpengaruh oleh orang-orang yang akan menghancurkan nilai kamu sendiri”. Dari kecil aku bercita-cita ingin menjadi seorang guru, oleh karna itu aku tidak pernah membenci guru. Aku lebih suka belajar matematika, padahal teman-temanku sangat benci sekali yang namanya matematika, setiap jam pelajaran matematika aku sering menjadi yang pertama dalam mengerjakan tugas matematika, nilai matematikaku selalu bagus, pernah sekali dua kali diwaktu Ujian Matematika hanya nilai aku yang melebihi KKM selebihnya mengulang kembali, sampai-sampai aku pernah dibilang anak guru matematika, teman-temanku bilang kayak gitu mungkin mereka mengejekku yang terlalu suka sama matematika.
Tapi diwaktu aku kelas 1 SMA rasa cintaku pada matematika mulai memudar gara-gara guru matematikaku sakit-sakitan sehingga pelajarannya tidak bisa dimengerti. Tak tahu kenapa aku akhirnya lebih suka pelajaran kimia daripada pelajaran matematika padahal kelas 1 SMA aku pertama kali mengenal yang namanya Kimia. Di pertengahan semester 1 guru matematika ku cuti karena sakit dan tidak ada guru matematika yang lain yang menggantikan beliau, sampai-sampai diwaktu ujian semester 1, satu pun dari kami tidak ada yang mengisi lembar jawaban matematika karena tidak tahu isinya, melihat nilai matematika kami yang tidak ada, guru matematika lain pun memberi nilai di Rapor kami hanya sebatas tuntas, yang waktu itu KKM kami 70, aku mendapatkan nilai 72 itu pun nilai tertinggi yang dikasih oleh guru tersebut. Pertama kali nya nilai matematikaku 70’an. Di semester 2 baru ada guru matematika Honor di sekolahku, karena awalnya aku sudah tidak suka sama matematika (sudah berpaling hati ke kimia) meskipun ada guru baru aku tetap saja tidak tertarik untuk belajar matematika, dan pada akhir nya penerimaan rapor semester 2 nilai matematika ku kembali diatas 80 lagi. Sebelum penerimaan rapor kenaikan kelas, beberapa teman cowok ku bilang bahwa aku mendapat juara satu, tapi aku tak percaya itu “bagaimana seorang diriku mendapat juara 1, sedangkan aku saja malas belajar, hari-hariku habis untuk bermain, dan bagaimana dia mengetahui bahwa aku mendapat juara satu”. Menurutku itu satu hal yang tidak mungkin, tapi dia memaksa ku untuk percaya dengan perkataan ku. Musuh bubuyutan ku dikelas yang mendengar pernyataan temanku bahwa aku mendapatkan juara mematahkan semangatku, bagaimana tidak dia berkata pada teman-temanku “gak bakalan bisa dia juara satu, karena masih banyak yang lebih pintar dari dia di kelas ini”. Dengar perkataan dia tadi aku sadar bahwa dia memang lebih hebat dari pada aku, terus jikalau aku juara satu terus dia yang lebih hebat dari pada aku dapat peringkat berapa, memang aku pernah mengalahkan nya diwaktu penerimaan rapor pertengahan semester 2, diwaktu itu aku mendapat peringkat ke 2 sedangkan dia mendapat peringkat ke 5, kulihat ekspresinya saat itu sangat kesal sekali bercampur amarah yang tinggi, bukan saja menggeser peringkatnya dari peringkat 2 tapi teman ku yang biasa nya dapat peringkat 20 besar gara-gara aku dia dapat peringkat 3 karena namanya sebelum nama aku, sehingga diwaktu ujian dia lebih leluasa bertanya kepada ku.
Akhirnya pengumuman juara pun akan dibacakan, jantungku semakin deg-degan, teman-temanku sudah berkumpul dilapangan upacara, tetapi berbeda dengan aku dan teman-teman dekatku, kami tidak pernah berkumpul ke lapangan karna kami yakin tidak bakalan juara. Apalagi aku tidak percaya dengan perkataan temanku yang bilang aku juara. Di waktu pengumuman juara kelas meskipun aku tidak berada di lapangan tapi masih pengumuman nya masih terdengar di dalam kelas ku, meskipun agak samar-sama. Sampai akhirnya tiba di pengumumam juara-juara kelas ku , dari peringkat ketiga, terus ke peringkat ke dua, ternyata peringkat kedua musuh bubuyutan ku tersebut. Jantung ku semakin deg-degan dalam hati “benar atau tidak perkataan temanku tadi, atau dia hanya memberi harapan saja sama aku”. Akan tetapi pernyataan teman ku tersebut memang benar, aku juara kelas aku masih tidak menyangka sampai-sampai salah satu temanku memangil aku kedalam kelas, dalam hati aku berkata “terimakasih ALLAH engkau telah mengabulkan do’a Ku”, aku langsung mencari orang tua ku, orang tua ku pun juga tidak menyangka bahwa aku juara, seperti yang aku alami di SMP dulu diwaktu kelas 2 dan kelas 3 aku mendapat peringkat pertama. Peringkat yang mana sangat aku impi-impikan sekali. Karena yang juara berdiri di tengah-tengah lapangan, aku merasa pada saat itu aku seperti seseorang yang gimana gitu (tidak bisa di ucapkan dengan katta-kata). Setelah tiba ditengah lapangan aku melihat wajah sinis musuh ku tersebut, rasanya ingin ku cabik-cabik mulutnya yang sudah merendahkan aku sesuka hatinya. Setelah pembagian hadiah juara, aku pun kembali ke dalam kelas, begitu senang nya teman-teman ku, entah kenapa. Beberapa temanku menghampiri aku dan berkata “kan betul ucapan kami, maka nya percaya sama teman-teman mu ini”. Sedang asyik-asyik bercanda tiba-tiba musuh ku itu datang, beribu-ribu sindiran dari teman ku terlontar untuk nya.
Dan nilai aku yang mencukupi, aku diterima dijurusan IPA, begitupun musuhku tersebut dia satu kelas lagi sama aku. Aku bersyukur diterima di jurusan IPA, karena jurusan IPA adalah jurusan yang tergolong sulit mendapatkannya. Aku saja sampai sekarang masih tidak menyangka dapat jurusan IPA. Pada semesster satu kelas dua aku tetap menyukai Kimia dibandingkan Matematika, sampai-sampai cita-citaku dari dulu ingin menjadi guru matematika gak tau kenapa ingin saja ingin menjadi guru Kimia, tapi disemester dua kelas dua aku merasa bingung karena aku dipilh oleh guru kimia untuk mengikuti seleksi lomba mewakili sekolah, tapi aku masih berpikir-pikir dulu mau menerima tawaran nya atau tidak, belum ada keputusan yang aku ambil guru matematika ku pun memilih aku juga untuk ikut seleksi lomba mata pelajaran. Dilain sisi aku suka sekali pelajaran kimia, tapi dilain sisi aku sudah lama sangat menyukai matematika dan dari dulu ingin sekali ikut lomba matematika, karena guru matematika ku kelas 2 tergolong cuek, senyum nya sangat mahal, aku tidak menyangka bahwa beliau memilih aku untuk ikut seleksi, dan tidak ada seorang siswa maupun siswi yang menolak dan membantah apa yang diucapkannya. Dan tanpa pikir panjang akupun memilih mengikuti seleksi matematika daripada kimia.
Diwaktu aku seleksi ada rasa ragu timbul dari dalam hati, didalam hati berkata “apakah aku sanggup untuk seleksi, dengan sedikit bekal pelajaran matematika”. Diwaktu pengumuman hasil seleksi, alhamdulillah ternyata aku termasuk dari tiga orang yang lolos dari sepuluh siswa yang ikut seleksi, yang menurutku Materi matematikanya lebih banyak dan komplit dari pada aku. Di waktu lomba aku hanya dapat peringkat ke 5 dari 100 orang peserta. Meskipun tidak mewakili sekolah ke provinsi aku tetap bangga. Sejak saat itu rasa cintaku pada Matematika timbul lagi sampai sekarang ini, dan rasa suka pada kimia sudah mulai sedikit-sedikit menghilang.
Dikelas 3 SMA aku pun mulai agak kesulitan belajar Matematika, karena materinya yang semakin sulit, tapi aku tetap suka. Dikelas aku dibilang anak guru matematika lagi, sama dengan kejadian yang aku alami 4 tahun yang lalu, yang saat itu aku kelas 2 smp, aku dibilang anak guru matematika. Meskipun menurut teman ku itu sebuah ejekan tapi menurutku itu sebuah pujian terhadapku karena mereka tau aku suka Matematika. Semua mimpi ku sedikit-sedikit sudah mulai tercapai. Mimpiku yang belum terwujud yaitu Aku ingin sekali melanjutkan kuliah di Universitas Negri jurusan Matematika, Beberapa bulan lagi aku mau Ujian Nasional, do’a kan aku lulus ya teman-teman dengan nilai baik, dan juga do’akan aku diterima di Universitas Negri yang aku impikan ya teman..!! Sekian, Terimakasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar