Rabu, 02 Januari 2013

Cerpen 16 :: LoveMath-Mluphmet-Mumet

Oleh : Liah (SMK)

Hari ini adalah hari yang mengenaskan bagiku. Tanya kenapa? karena tadi Pak Dian memberikan kepercayaan kepadaku untuk mewakili sekolah di ajang Olimpiade Sains Nasional (OSN), bak mendapat durian runtuh yang jatuh menimpa kepalaku (ups, pasti sakit kalo beneran nyata, hehe), aduh kok jadi ngelantur yak? yasudah kembali ke laptop, eh salah maksudnya kembali ke cerita. 

Hatiku serasa penuh antara senang dan sedih. Senang karena mendapat kesempatan mengikuti ajang bergengsi seperti OSN sekaligus sedih karena ternyata ajang tersebut dilaksanakan besok. Dadaku sesak karena aku sama sekali tak ada persiapan. Aku sangat menyayangkan atas keterlambatan berita tersebut dan atas kurangnya persiapan yang diberikan sekolah. Aku sendiri tidak pernah berkeinginan apalagi bermimpi untuk mengikuti ajang-ajang seperti itu, karena masih banyak murid yang lain yang lebih daripada aku, atau mungkin tak ada pilihan lain selain aku. Karena yang aku tahu, aku hanyalah gadis biasa yang tidak memiliki bakat apa-apa.
Oh iya, namaku Solina. Teman-temanku biasa memanggilku sol, aku sekarang kelas 2 di SMP Sumbang Asih. Ya sesuai namanya (sumbang = bantuan/sumbangan, asih = kasih/ikhlas) kalo diartikan jadi (meminta sumbangan seikhlasnya), haha. Itu menurut penjabaranku lho, jadi hanya aku saja mungkin yang berfikir seperti itu. Sangat konyol kedengarannya. Tanya kenapa? karena sekolahku itu sangat menyedihkan, atapnya penuh dengan lubang-lubang besar dan kapan saja siap runtuh, dinding-dindingnya sudah rapuh seperti sebuah bangunan yang sudah berabad-abad tidak pernah diperbaiki, dan kami hanya memiliki 10 ruang kelas yang lebih tepat disebut kandang sapi, yang tidak semuanya dapat ditempati. Bayangkan saja sebuah SMP di plosok gunung yang memiliki murid sedikit dan hampir semua siswanya adalah siswa yang tidak mampu atau kalau secara kasar bisa disebut kere. Ya, mayoritas orang tua kami yang sekolah disini hanyalah petani biasa yang tidak setiap tahun bisa panen karena keadaan tanah di kawasan kami. Mungkin bagi orang tua kami, menyekolahkan anaknya di SMP ini merupakan sebuah pilihan yang tepat karena hanya sekolah ini yang tidak memungut biaya besar dan kami tidak harus membeli buku-buku pelajaran seperti sekolah-sekolah lain yang lebih layak yang letaknya puluhan kilometer dari tempat kami. Sekolah kami adalah sekolah terbaik yang kami miliki, setiap kelas terdiri dari 20-25 siswa. Kelas 1 ada 3 kelas, ada peningkatan ketimbang kami kelas 2 yang hanya ada 2 kelas, dan terakhir kelas 3 ada 3 kelas. Jadi semuanya ada 8 kelas. Tak ada internet, hanya kami bersyukur ada satu buah komputer butut di sekolah kami itupun hanya ada di ruang TU (Tata Usaha). Disaat sekolah lain menggunakan komputer berlayar LCD dan jumlahnya sudah puluhan, kami hanya punya satu.
Saat di rumah aku mengalami tegangan hebat teringat akan mandat dari Pak Dian mentorku yang menyuruhku mengikuti ajang tersebut untuk mata pelajaran matematika. Aku sama sekali tidak tahu seperti apa soal olimpiade itu. Ini seperti memaksa sebuah sepeda motor menyala yang tidak terisi bahan bakar. Akhirnya, aku niatkan bismillah allohuma paksakeun dengan bekal pelajaran yang aku terima dari kelas 1 sampai kelas 2. Aku niatkan, aku pasti bisa walaupun bisanya hanya 0,0000001%. Akhirnya malam itu aku tidur setelah shalat isya. Kemudian jam 00:30 wib aku bangun untuk melaksanakan shalat tahajud seperti biasa, hanya saja malam ini ada yang berbeda aku berdoa untuk kegiatan nanti. Aku berdoa memohon yang terbaik kepada Allah SWT. Kemudian aku memejamkan mataku untuk beberapa jam kemudian terbangun lagi untuk melaksanakan shalat subuh, aku berdoa dan berdzikir kepada Allah SWT. Setelah itu aku beres-beres dan mandi. Aku pakai seragam putih biru yang warnanya berubah menjadi coklat kekuning-kuningan dan roknya berwarna kehitam-hitaman, memang saat aku memakainya pertama kali warnanya sudah kekuning-kuningan tapi tidak sekuning sekarang. Aku ingat ibuku membelinya seharga 5 butir telur bebek pada pemilik warung yang terkenal pelit di kampunku, setahuku itu bekas seragam anaknya.
Aku berdandan rapi dan segera menuju ke rumah mentorku Pak Dian. Setiap tahun sekolahku memang selalu mengirimkan para siswanya untuk mengikuti ajang tersebut untuk membuktikan bahwa sekolah kami ada, walaupun tidak pernah lolos seleksi kabupaten (OSK). Akhirnya aku sampai di rumah pak dian. Aku pun menunggunya beberapa menit sambil menunggu beberapa temanku yang juga ikut dalam ajang ini. Setelah semuanya lengkap kami berangkat menuju kabupaten menggunakan sepeda motor, aku bersama Pak Dian, Asep bersama Pak Dede, dan Jumyati bersama Pak Musa. Kami berangkat sangat pagi, karena jarak yang ditempuh membutuhkan waktu berjam-jam. Setelah sampai kakiku merasa panas karena terlalu lama duduk di jok motor dan mukaku lusuh karena terlalu lama di perjalanan. Nampaknya kami sedikit terlambat karena saat kami datang terlihat para siswa sepertiku dan para guru yang berbaris rapi di lapangan. Tapi kami tidak langsung lari ke lapang karena harus mengurus administrasi, meski sebenarnya aku hanya diam saja karena yang mengurus semuanya adalah mentor kami.
Upacara selesai, kami senyum-senyum saja karena tidak ikut upacara, dan akhirnya waktu yang ditunggu pun datang juga. Aku mengikuti aba-aba yang diberikan. Aku masuk di sebuah ruangan dan duduk di kursi sesuai nomor yang tertera di kartu pesertaku. Aku sangat takjub terhadap tuan rumah ini, karena SMP ini sangat jauh melesat ke langit ke-tujuh dibanding sekolahku dilihat dari segi manapun. Ah, tapi di dalam hati sekolahku tetap idola di hatiku. Begitu melihat soal, untuk awal-awal aku memadukanya dengan rumus sederhana dan mencoba mengerjakannya sesuai logika, hingga tiba saatnya aku mendapati soal yang baru aku lihat, yang aku sama sekali tidak mengerti soal apa ini. Aku mencoba mengerjakannya dan mencocokkan jawabanku sesuai dengan pilihan. Aku tidak pernah mengerjakan soal-soal aneh seperti ini sebelumnya, Bu Atmi guru matematikaku pun tidak pernah memberiku soal seperti ini, tapi ya sudahlah aku menjawabnya sesuai dengan apa yang aku yakini. Waktu yang diberikan begitu sedikit, rasanya aku baru mengerjakan beberapa soal tapi waktunya sudah hampir habis. Aku lihat di sekelilingku hanya tinggal beberapa butir peserta termasuk aku. Akhirnya, aku mengumpulkan jawabanku ke depan dan soal diberikan kepada kami. Aku senang sekali bisa mendapatkan soal-soal aneh ini (menurutku). Aku pulang dengan hati sumringah seolah beban telah hilang.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan. Aku tidak tahu bagaimana hasil olimpiade waktu itu. Ah, dalam hati sudah jelas kami tidak ada yang lolos, dan entah urutan ke berapa sekolah kami? Kami pun tidak tahu, tidak ada kabar dari pihak sekolah. Kami tidak mengharapkan menjadi juara, masuk 50 besar saja dari ratusan sekolah yang mengikuti itu sudah beruntung. Tapi dengan adanya kejadian ini, aku merasa memiliki hutang pada diriku sendiri oleh karena itu aku merasa seperti orang gila, gila karena matematika. Seperti orang yang hampir mati. Sering sekali aku membuka soal seleksi olimpiade tapi belum juga mendapat jawaban. Serasa hatiku digantung di ujung tiang bendera, sakit sekali rasanya. Tapi setelah ini aku menjadi semangat dan makin lovemath-mluphmet-mumet gara-gara matematika, ahaha.
2 bulan berlalu, aku merasa semakin hari semakin bodoh. Setiap hari kerjaanku hanya mengutak-atik matematika dan soal olimpiade yang aku dapat dari perpustakaan sekolah, itupun hanya satu-satunya di perpus dan soal-soal yang guruku pinjamkan padaku. Tapi tetap saja aku putus asa sampai akhirnya secara tidak disangka saat libur sekolah, ibuku mengajaku pergi ke rumah saudara kami di Jatim dengan menggunakan kereta ke kota. Dari kampungku kami diantar sampai terminal dan naik bus hingga sampai ke kota, barulah kami naik kereta, rencananya ibuku mau meminjam uang kepada saudara kami yang nasibnya lebih beruntung dari kami. Sampai di rumah saudara, kami disambut dengan hangat dan aku berkenalan dengan saudara laki-lakiku/sepupuku yang kebetulan seumuran denganku. Namanya adalah Jhon Mike, nama panggilanya Mike, dia beragama Kristen. Ya bibiku menikah dengan orang yang beragama kristen tapi mereka sangat menghargai kami sebagai seorang muslim. Aku baru tahu kalau Mike juga suka matematika, itu sangat membuatku senang karena akhirnya aku menemukan orang seperti Mike. Dia sangat mahir mengutak-atik soal matematika dan itu membuatku merasa seperti kuman dihadapanya. Setiap hari kami membahas matematika dan sepertinya kami saling in love. Ciee,,,! Eits, bukan in love itu! tapi in love sama math, tapi aku nggak bisa ngelak kalo aku sedikit suka sama dia. Ayolah sol !!! jangan ngayal ! bangun !
"Plakk" (mike menepak jidatku)
"Aduh, apa-apaan si? Sakit tau!" (aku sedikit kesal)
"Maaf, tadi ada nyamuk di jidat kamu"
"Iya, aku maafin tapi ada syaratnya"
"Apa syaratnya?"
"Syaratnya, ajarin aku math sampai aku bisa. Ok?"
"Ok!" Kami saling tertawa bersama.
Tak terasa kami sudah 1 minggu di rumah Mike, akhirnya kami harus sadar diri dan pulang ke gubuk kami lagi. Sebelum pulang, Mike memberikan beberapa koleksi buku mathnya kepadaku dan sebuah surat beramplop merah muda terselip di salah satu buku. Dia menyuruhku untuk membacanya di perjalanan pulang. Air mataku sedikit jatuh tapi langsung aku usap agar tak kelihatan kalo aku meneteskan air mata. Di perjalanan aku mencoba membuka surat dari Mike disitu tertulis namaku dan aku mulai membacanya
"To Sol
Hai, sol..hehe. Pasti saat kamu baca surat ini kamu lagi di perjalan pulang. Sol, aku sedih banget pas kamu mau pulang, aku masih pengen kamu tinggal disini dan belajar bareng sama kamu. Tapi apa daya kamu memang harus pulang. Sol, sebenarnya aku merasa aneh setelah 1 minggu kita bareng. Aku merasa kamu telah mencuri sebagian hatiku. Kamu adalah cewek pertama yang bisa bikin aku tenang saat melihat senyummu dan kamu juga adalah cewek pertama yang aku kirimi surat. Sepertinya aku telah merelakan hatiku pergi bersamamu. Tapi, kita adalah saudara. Selamanya akan tetap begitu. Ijinkan aku menjadi soul-mate mu. Eitz, tapi itu hati mesti dibalikin yah. Inget! Karena sebagian hatiku ada bersamamu, datang lagi kesini nanti yah :)"
ttd: Jhon Mike
Ahaha,,,hatiku serasa nggak karuan. Andai Mike tahu bahwa ini adalah pertama kalinya aku dapat surat cinta dan jatuh cinta. Suuuuttt!!!,,,Tapi jangan bilang siapa-siapa yah? Janji. Akhirnya aku kembali ke rumah "gubuku istanaku". Setelah semua hal-hal indah yang terjadi selama 1 minggu. Aku benar-benar menjadi math maniak, setiap hari math-math lagi. Setiap hari kerjaanku hanya pacaran saja dengan math. Hingga suatu hari kesempatan itu datang lagi. Kali ini Pak Musa yang menjadi mentorku dan waktu yang diberikan tidak mepet seperti sebelumnya, 2 minggu. Aku memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, aku belajar sendiri dengan mempelajari soal-soal tahun sebelumnya. 2 minggu telah berlalu, aku harus siap mengikuti olimpiade matematika untuk ke-2 kalinya. Semua usaha dan waktu yang aku korbankan selama ini sekarang dipertaruhkan. Aku berdoa dalam hati bismillah allohuma paksakeun.
Akhirnya aku selesai mengerjakan soal-soal aneh itu eh salah sekarang diubah jadi soal cantik hehehe. Eh tapikan aku cewek? jadi seharusnya bukan soal-soal cantik tapi soal-soal ganteng dong :) (hadeh ,plakk). Aku sudah tidak sabar menunggu hasilnya, apakah mengecewakan lagi seperti sebelumnya atau malah sebaliknya?. aku berusaha menutupi kekhawatiranku. Sekarang aku harus fokus ke ujian. Aku harus banyak belajar, untuk menghadapi ujian-ujian yang akan datang menghadapiku. Setelah lama tak ada kabar, Subhanallah guru-guru bersorak gembira dan segera menghampiriku. 
"Terima kasih nak, setelah berabad-abad kami mati, akhirnya kau memberikan setes embun untuk kami" (salah satu guru bilang padaku ). 
Akupun ikut menangis karena melihat para guru meneteskan air mata dan akupun bertanya, "Maaf, Pak Bu, Ada apakah? Apa yang terjadi sehingga membuat bapak dan ibu menangis?
"Kami bukan menangis nak, kami gembira, dan ini semua karena kamu"
"Karena saya?" (muka polos)
"Iya nak, kamu tahu sekolah kita menjadi juara ke-3 seleksi olimpiade matematika di kabupaten, kamu wakil sekolah ini nak"
"Apa" (masih tak percaya)
"Iya nak"
Aku sujud syukur dan air mataku meleleh atas tanda syukurku kepada Allah SWT. Hari itu rasa bersalahku sedikit terobati dan aku akhirnya benar-benar yakin akan kekuatan doa, mimpi, Tuhan semuanya. Aku yakin kekuatan terbesarku adalah apa yang ada pada diriku. Asalkan kita yakin pasti kita bisa.
Akhirnya libur datang lagi, aku mencoba menuliskan surat untuk mike. Apakah dia sehat atau tidak. Surat ini titipkan pada paman yang sengaja datang ke rumah dan akan segera pulang ke Jatim. Dalam hatiku, Mike aku masih lovemath. Aku akan merindukanmu selalu. Semoga suratku ini nanti akan sedikit mengobati hatimu yang masih ada padaku. Maafkan aku Mike karena aku belum bisa datang untuk mengembalikan hatimu. Karena sesungguhnya hatiku telah lama sengaja aku tinggalkan disana untukmu, di hatimu, jadi setengah hatimu dan setengah hatiku telah menyatu. My brother, My first love, My soul-mate :)
Makasih Mike :)
-Sekian-

"HUT SemangKA IMC ke-2"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar